
Halokubar.com – Kasus kekerasan di Kalimantan Timur masih mencatat angka tinggi. Hingga 30 Juni 2025, tercatat 662 kasus dengan korban anak paling banyak, yakni 454 kasus atau sekitar 63 persen. Catatan ini disampaikan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kaltim.
Kepala DP3A Kaltim, Noryani Sorayalita, mengaku waspada dengan tren tersebut. Ia berharap jumlah kasus dapat ditekan, meski hingga pertengahan tahun angka yang tercatat masih cukup besar.
“Dengan posisi 662 kasus per Juni, potensi kenaikannya bisa terjadi bila tidak ditangani serius,” ujarnya saat membuka Seminar Parenting Disiplin Positif di Era Digital di Hotel Puri Senyiur, Selasa (19/8/2025).
Soraya menjelaskan kasus kekerasan yang tercatat setiap tahun naik turun. Tahun 2024 lalu sempat menurun menjadi 941 kasus dari total 1.108 kasus pada tahun sebelumnya, namun ancaman peningkatan tetap terbuka. Dari seluruh laporan, jenis kekerasan seksual menduduki posisi tertinggi, disusul kekerasan fisik dan psikis.
Ia menilai faktor lingkungan menjadi pemicu yang dominan, terutama melalui paparan media sosial. Anak-anak kerap meniru perilaku kasar yang mereka lihat tanpa ada filter atau pendampingan dari orang tua. Situasi inilah yang membuat risiko kekerasan pada anak semakin besar.
Menurut Soraya, keluarga harus tampil sebagai benteng pertama perlindungan. Pemprov Kaltim juga sudah menyiapkan kebijakan, salah satunya melalui Surat Edaran Gubernur Nomor 463/3397/III/DKP3A/2019 yang berisi pembatasan penggunaan gawai di rumah tangga maupun sekolah.
Selain kebijakan, pemerintah daerah juga menghadirkan layanan pendampingan lewat Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA). Program ini memberi ruang konseling bagi orang tua agar mampu menerapkan pola asuh disiplin positif sesuai kebutuhan anak di era digital.
“Kami ingin setiap keluarga di Kaltim lebih kuat, memiliki daya tahan, serta mampu membentuk generasi yang sehat, cerdas, dan berkarakter,” tutup Soraya.(kar)