
Halokubar.com – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah. Salah satu alasan utamanya adalah kejenuhan pemilih akibat banyaknya calon yang harus dipilih dalam waktu yang bersamaan.
Putusan ini dibacakan dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK, Kamis (26/6/2025). MK menilai pemilu serentak yang digelar dalam satu hari, dengan lima jenis surat suara—untuk memilih presiden/wakil presiden, DPR RI, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota—menyebabkan pemilih mengalami kejenuhan dan kesulitan dalam menentukan pilihan yang berkualitas.
“Pemilih dipaksa memilih dari terlalu banyak calon dalam waktu yang bersamaan. Ini menyebabkan kejenuhan dan ketidakfokusan, sehingga pemilu tidak lagi berjalan secara ideal,” ujar Hakim MK Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan putusan.
MK menyatakan pengalaman pada Pemilu 2019 dan 2024 menunjukkan pemilih kesulitan memahami seluruh calon dalam lima kotak pemilihan. Selain itu, model pemilu serentak juga menumpuk isu-isu politik nasional dan daerah dalam satu momen, yang akhirnya membuat isu lokal tenggelam di tengah riuhnya kampanye skala nasional.
“Masalah pembangunan di daerah yang seharusnya menjadi perhatian dalam pemilihan anggota DPRD malah tertutup oleh dominasi isu nasional seperti pemilihan presiden dan legislatif pusat,” lanjut MK dalam pertimbangannya.
Lebih jauh, MK juga menyoroti dampak dari pemilu serentak terhadap pelembagaan partai politik. Jadwal pemilu yang padat dalam waktu kurang dari satu tahun membuat partai kesulitan menyiapkan kader untuk semua level kontestasi secara optimal. Akibatnya, partai cenderung mengutamakan calon yang populer dibanding yang berintegritas atau berkompetensi tinggi.
“Perekrutan calon lebih bersifat transaksional, berbasis popularitas semata demi elektabilitas. Ini menjauhkan pemilu dari proses demokratis yang ideal,” kata Arief.
Selain itu, MK juga mencatat adanya tumpukan beban kerja bagi penyelenggara pemilu akibat jadwal pemilu yang terlalu berdekatan. Hal ini berdampak pada kualitas pelaksanaan tahapan pemilu, dan membuat masa jabatan penyelenggara menjadi tidak efisien karena waktu aktif mereka hanya benar-benar terpakai selama dua tahun dari lima tahun masa jabatan.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, MK menyatakan bahwa pemilu serentak secara menyeluruh tidak sesuai dengan semangat konstitusi. MK kemudian memutuskan bahwa pemilu ke depan harus dipisah: pemilu nasional presiden/wakil presiden, DPR, dan DPD tidak lagi diselenggarakan bersamaan dengan pemilu lokal DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, gubernur, bupati, dan wali kota.(kar)