Ekonomi Pariwisata Raja Ampat Terancam Tambang, Potensi Rp854 Miliar Bisa Hilang

Konservasi Indonesia memperingatkan potensi kerugian ekonomi yang besar jika wilayah Raja Ampat digarap untuk kegiatan pertambangan (Foto: Greenpeace)

Editorialkaltim.com – Konservasi Indonesia memperingatkan potensi kerugian ekonomi yang besar jika wilayah Raja Ampat digarap untuk kegiatan pertambangan. Menurut estimasi mereka, sektor pariwisata berkelanjutan di kawasan tersebut dapat menghasilkan hingga US$52,5 juta atau sekitar Rp854 miliar per tahun.

Senior Ocean Program Advisor Konservasi Indonesia, Victor Nikijuluw, menjelaskan bahwa pendekatan pembangunan di Raja Ampat sebaiknya mengacu pada prinsip keberlanjutan, termasuk mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat lokal. Ia menyebut regulasi seperti UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir serta UU Cipta Kerja menjadi landasan penting dalam pengelolaan wilayah tersebut.

“Pada tahun 2017, kami bersama UNPATTI dan UNIPA melakukan studi daya dukung lingkungan Raja Ampat. Hasilnya, kawasan ini mampu menerima hingga 21.000 turis per tahun tanpa merusak ekosistem,” ungkap Victor dalam keterangannya, Rabu (11/6/2025).

Ia memaparkan, dengan asumsi pengeluaran sekitar US$1.000 per wisatawan asing dalam satu pekan kunjungan, maka 1.000 wisatawan bisa menyumbang sekitar US$1 juta bagi perekonomian lokal. Jika angka kunjungan mencapai 21.000 orang per tahun, maka potensi ekonomi langsung dari wisatawan bisa menyentuh US$21 juta.

Tak hanya itu, Victor menambahkan, dampak ekonomi dari efek ganda atau multiplier effect dan efek tetesan ekonomi (trickle-down effect) juga sangat signifikan. Jika digabungkan, dua faktor ini diperkirakan bisa menambah kontribusi sebesar US$31,5 juta.

“Total potensi ekonomi dari sektor pariwisata yang lestari di Raja Ampat sangat mungkin menembus angka 52,5 juta dolar AS,” ujarnya.

Namun, Victor mengingatkan bahwa semua potensi tersebut bisa lenyap jika ekosistem laut Raja Ampat terganggu akibat aktivitas pertambangan. Salah satu ancaman serius adalah pencemaran dari limbah tambang dan lalu lintas kapal-kapal pengangkut.

Ia mencontohkan dampak dari terganggunya penyebaran larva ikan di wilayah tambang yang dapat terbawa arus laut hingga ke wilayah perikanan produktif lain. “Larva ikan yang tercemar bisa mengganggu populasi ikan di daerah lain, bahkan sampai ke Bitung, Ambon, Gorontalo, hingga Arafura dan Maluku Tenggara,” jelasnya.

Victor juga menyoroti dampak ekologis terhadap spesies laut karismatik seperti hiu, manta, dan penyu yang menjadikan Raja Ampat sebagai jalur migrasi. Dari 30 mamalia laut yang melintasi perairan Indonesia, setidaknya 15 di antaranya bergantung pada ekosistem Raja Ampat.

“Kalau perairan rusak, plankton menghilang, ikan kecil pun habis. Tanpa ikan kecil, tidak akan ada ikan besar seperti hiu paus dan penyu. Mereka tak akan datang lagi,” tandas Victor.(kar)

Exit mobile version