
Editorialkaltim.com – Bencana banjir lumpur yang menerjang Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dalam sepekan terakhir membuat Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud, kembali menyoroti kondisi ekologis Kaltim. Baginya, apa yang terjadi di Sumatera bukan sekadar kabar duka, tetapi cermin yang menunjukkan betapa rapuhnya daerah dengan jejak tambang yang luas.
Rudy menilai Kaltim berada dalam posisi yang tidak jauh berbeda, bahkan lebih rentan. Dengan sejarah panjang eksploitasi batu bara, ia menegaskan potensi bencana ekologis di Kaltim tidak boleh dianggap remeh.
“Saya perlu mengingatkan ini karena Kaltim sangat berpotensi terdampak akibat aktivitas tambang,” ujar Rudy saat menghadiri Konsultasi Publik Blueprint PPM di Jakarta, Kamis (4/12/2025).
Menurut Rudy, kerusakan bentang alam di Kaltim dapat terlihat dari ribuan lubang tambang yang masih terbuka, kawasan hutan yang menyusut, dan perubahan kontur tanah yang ekstrem. Semua itu, kata dia, bisa menjadi pemicu bencana serupa jika tidak ditangani dengan benar.
Ia kembali menekankan kewajiban reklamasi pascatambang sebagai langkah krusial untuk menekan risiko. Reklamasi, lanjutnya, bukan hanya soal memenuhi regulasi, tetapi bagian dari tanggung jawab moral perusahaan tambang terhadap masyarakat dan lingkungan.
“Reklamasi pascatambang itu bukan pilihan, tapi kewajiban. Perusahaan harus serius menjalankannya,” tegasnya.
Rudy mengakui bahwa kondisi alam yang rusak tidak mungkin pulih sepenuhnya meski ditopang investasi besar. Namun ia percaya reklamasi yang konsisten dan diawasi ketat dapat mengurangi potensi bencana dan mengembalikan sebagian kawasan menjadi ruang hijau.
Ia menutup pernyataannya dengan peringatan keras: Kaltim harus belajar dari apa yang terjadi di Sumatera.
“Kalau bencana itu sampai terjadi, semuanya menjadi sulit dan pasti banyak korban. Jangan sampai kita kecolongan,” tutupnya.(kar)





